Minggu, 31 Juli 2011

ISLAM SEBAGAI TEOLOGI PEMBEBASAN

ISLAM SEBAGAI TEOLOGI PEMBEBASAN, DARI IDE MENUJU PRAKSIS
Friday, 21 August 2009 00:17
Islam lahir dibumi ini bukan tanpa maksud. Sejauh yang penulis tangkap Islam lahir sebagai rahmatan lil alamin, ia berlaku untuk siapa saja dan Ia akan menerima kritikan apapun yang sifatnya konstruktif. Namun Islam juga berfungsi sebagai agama kritik atau agama protes - meminjam bahasanya Ali Syariati yang menolak penindasan dalam bentuk apapun. Disini, Islam hadir membuahkan revolusi yang selama berabad – abad telah berperan secara sangat signifikan dalam panggung sejarah kehidupan umat manusia.
Tidak diragukan lagi, Islam telah menjadi penanda perubahan, bukan hanya dalam dimensi Tauhid namun juga dalam dimensi sosial, ekonomi, politik dan budaya. Islam membebaskan bentuk-bentuk penyembahan yang irasional menuju pada penyembahan yang rasional. Islam menolak terhadap penyembahan manusia kepada berhala berupa latta, manat, hubal, dan puluhan bahkan ratusan berhala-berhala lainnya. Islam menolak penyembahan terhadap benda mati yang tidak mampu memberi faedah apapun terhadap kemaslahatan ummat Tetapi Islam juga membebaskan segala bentuk rasisme, exploitasi ekonomi yang menindas, marginalisasi
perempuan dan praktik-praktik lain yang merugikan ummat. Islam juga menentang praktek dehumanisasi terhadap budak dan kaum perempuan. Suatu praksis yang sangat liberatif dan revolusioner tentunya. Namun, kredo itu bergeser setelah Nabi Wafat dan sepeninggal khalifah yang empat. Yang terjadi adalah perebutan kekuasaan untuk kepentingan pribadi, hadirlah ulama-ulama yang membela kekuasaan status quo yang hegemonik, sehingga Islam kehilangan daya kritis atau revolusionernya. Sementara itu disisi lain, lahir pemeluk Islam yang ritual, normatif dan simbolik. Corak keberagamaan mereka sangat eksklusif yang tanpa sadar menimbulkan kelas-kelas baru dalam praktik beragama. Banyak ummat Islam yang hafal kitab kuning, fasih dalam membaca ayat-ayat Tuhan (kouliyah) namun tidak mempunyai kepekaan sosial sehingga Islam menjadi agama yang statis, tidak mampu menjadi pisau yang tajam untuk membebaskan penderitaan ummat. Bahkan Ada yang mendikotomikan antara peran agama dan realitas kehidupan manusia.
Kalau lah pandangan ini dibenarkan maka posisi agama semakin jauh dari tugas sucinya untuk senantiasa memberikan pencerahan dan pembebasan. Pandangan ini menyatakan bahwa tidak ada peran agama dalam proses revolusi sosial. Pandangan ini dibantah oleh Syariati yang menghasilkan revolusi Islam Iran dimana agama (Islam) berfungsi sebagai subjek perubahan.
Bahkan Syariati mengirimkan surat kepada Frantz Fanon1 setelah kembali ke Iran. Dalam surat itu ia menentang teori Fanon berkait hubungan antara agama dan revolusi. Saat itu, tidak ada orang-orang di Sorbonne termasuk Fanon yang percaya bahwa agama apalagi Islam dapat mengambil inisiatif terjadinya revolusi atau proses liberatif. Namun, Syariati tetap bersikukuh bahwa tidak akan terjadi rakyat dunia ketiga berperang melawan imperialisme barat kecuali mereka pertama-tama harus mendapatkan kembali harga diri dan identitas kulturalnya.
Menurutnya, Identitas kultural itu sama dengan soal identitas dan budaya agama dikalangan massa.Teori Syariati ini menjadi tesis intelektualnya, dan kemudian dengan revolusi Iran telah ia buktikan bahwa agama Islam mempu menjadi artikulasi melawan Hegemoni Pahlevi yang didukung oleh modernisasi barat.
Maksud dari tulisan ini adalah mencoba menyegarkan pemahaman kita antara keterkaitan
agama (Islam) dengan proses pembebasan akibat adanya ketidakadilan yang berujung kepada
kemiskinan, kebodohan, penindasan, dan marginalisasi sektor kehidupan oleh mereka-mereka
yang dalam bahasa Al-quran disebut dengan kelompok Al Mustakbirin (penindas yang menyombongkan diri). Kemudian ditegaskan disini bahwa agama bisa menjadi idiologi pembebasan di mana agama tidak hanya berkutat pada persoalan-persoalan metafisis yang cendrung melangit dan tidak pernah membumi.
Teologi Pembebasan.
Sebelum berbicara lebih jauh tentang teologi pembebasan, akan dipaparkan beberapa pertanyaan penting dan perlu diberikan suatu jawaban sehingga tidak menimbulkan kesalahan
interpretasi dalam memahami tulisan ini. Ada beberapa pertanyaan yang sering muncul kepermukaan menyangkut teologi pembebasan. Diantaranya adalah Apa teologi pembebasan ( Liberation Theologh) itu dan Apa yang membuat kita perlu membicarakan teologi pembebasan.
Sebelum dijelaskan lebih jauh seputar teologi pembebasan ada baiknya kalau kita simak beberapa pendapat tentang pemaknaan terhadap Teologi pembebasan. Menurut Asghar Ali Engineer, Teologi Pembebasan mengandung unsur pokok sebagai berikut; pertama, Teologi

Pembebasan dimulai dengan melihat kehidupan manusia di dunia dan Akhirat. Kedua, Teologi ini tidak menginginkan status Quo yang melindungi golongan kaya yang berhadapan dengan golongan miskin. Dengan kata lain teologi pembebasan itu anti kemapanan (establishment), apakah itu kemapanan religius atau kemapanan politik yang menindas. Ketiga Teologi pembebasan memainkan peranan dalam membela kelompok yang tertindas dan tercabut hak miliknya dan memperjuangkan kelompok ini dan membekalinya dengan senjata ideologis yang kuat melawan golongan yang menindasnya. Keempat Teologi pembebasan tidak hanya mengakui satu konsep metafisika tentang takdir dalam rentang sejarah umat Islam tetapi juga
mengakui konsep bahwa manusia itu bebas menentukan nasibnya sendiri.3
Teologi pembebasan menurut Farid Essack, adalah sesuatu yang bekerja kearah pembebasan
agama dari struktur serta ide sosial, politik, ekonomi dan religius yang didasarkan pada
ketundukan yang dogmatis dan pembebasan seluruh masyarakat dari semua bentuk ketidak
adilan dan exploitasi ras, gender, kelas dan agama.4
Teologi Pembebasan bagi Gustafo Gutierez (1973) merupakan suatu refleksi yang lahir dari
ungkapan dan pengalaman serta usaha bersama untuk menghapus suatu ketidakadilan dan
untuk membangun suatu mesyarakat yang berbeda yang lebih bebas dan manusiawi, dengan
demikian teologi pembebasan merupakan kombinasi antara analisis dan teori sosial kritik
dengan teologi atau merupakan analisis kritis situasi kesejarahan sosial kaum tertindas, dan
sebagai komitmen transformasi politik para penganut agama ( konteks agama disini adalah
agama kristen, yang dihegemoni oleh pihak gereja yang membela penguasa) dan bukan
sekedar pangalaman rohani yang ritus dan dogmatis tanpa merasakan kepekaan sosial.5
Secara umum, teologi adalah pembicaraan tentang Tuhan. Menurut Schoof (1970) teologi
adalah refleksi sistematis dan metodis tentang realitas iman, yaitu "integrasi ilmiah dari sabda
Tuhan sebagaimana itu ditujukan kepada kita". Sementara, "pembebasan" adalah refleksi kritis
tentang Tuhan baik dalam iman, tindakan dan realitas kesejarahan.
Dari beberapa pendapat diatas terdapat beberapa simpul yang menjadi point penting dalam
teologi pembebasan.Teologi pembebasan pada dasarnya bukanlah suatu teori perubahan
3 / 14
ISLAM SEBAGAI TEOLOGI PEMBEBASAN, DARI IDE MENUJU PRAKSIS
Friday, 21 August 2009 00:17
sosial atau pembangunan, karena teologi adalah disiplin ilmu yang membahas hakikat dan
hubungan antara Tuhan dengan Manusia dan makhluk lainnya. Sebagai hubungan yang
transenden maka hubungan itu sangat sakral dan sangat berkait dengan fondasi keyakinan.
Dari Terminologi yang digunakan Teo berarti ketuhanan,berkait tentang Tuhan.dan Logy yang
diambil dari kata Logos berarti ilmu sehingga Teologi adalah Ilmu tentang Ketuhanan6
Dalam Agama Islam konsep keyakinan dikenal dengan Aqidah. Aqidah berakar kata dari
‘aqada-ya’qidu-‘aqdan-‘aqidatan yang berarti simpul, ikatan perjanjian. Hasan AL bana
memberikan definisi ‘aqidah yaitu perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh
hati,mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak bercampur sedikitpun.
Disini Teologi Pembebasan mencoba melakukan transformasi antara pendekatan kosmologis
dengan pendekatan empiris. Artinya Aspek Ketuhanan dalam beragama tidak hanya berhenti
pada praktik beragama yang individualis, tetapi mempunyai konsekwensi logis untuk melakukan
perubahan sosial terhadap ketidakadilan. Teologi pembebasan mencoba mencapai tujuannya
lewat suatu proses yang bebas dan partisipatif. Kerangka yang dibangun adalah pembacaan
terhadap realitas sosial. Membaca disini tidak hanya berhenti pada dataran teks ( kouliyah )
tetapi juga melakukan pembacaan yang sifatnya kontextual ( Kouniyah ).
Teologi pembebasan memberikan prioritas yang mutlak pada praxis diatas teori. Tujuannya
adalah untuk merubah satus quo bukan untuk mempertahankannya. Dalam hal ini, Maulana
Ibrahim moosa seperti yang dikutip oleh Farid Essack menekankan hubungan antara praksis
dengan teori pembebasan sebagai berikut : Praksis pembebasan berlawanan dengan praktik
harus menjadi semboyan kita Praksis berarti melakukan dan merefleksikan Halaqat mesti
menjadi lingkaran aktif pengetahuan dan praksis yang menyatukan kaum intelektual organic
(alim/ulama) dengan aktifis ( mujahid ) untuk memenuhi deskripsi komunitas muslim awal yang
gagah berani, disiang hari bagaikan singa dan menjadi rahib – rahib dimalam hari.8
4 / 14
ISLAM SEBAGAI TEOLOGI PEMBEBASAN, DARI IDE MENUJU PRAKSIS
Friday, 21 August 2009 00:17
Disini praksis pembebasan menjadi penting karena inti dari transformasi sosial itu adalah
adanya kerja rill untuk melakukan pembebasan dari ketidakadilan ekonomi, politik, gender,
rasialis dan bentuk – bentuk penindasan lainnya.Hanyasaja dalam praktiknya, praksis
pembebasan melakukan suatu tindakan semacam evaluating proceesing yang dalam
bahasanya Budhi Munawar Rachman disebut Refleksi Teologi (Theology Reflection ) 9
Renungan teologi menjadi niscaya sehingga ada evaluasi tindakan untuk mengetahui
kekurangan dalam strategi pembebasan.
Point penting lain dalam teologi Pembebasan adalah Dalam teologi pembebasan mengambil
dua dimensi sector yang berhadapan atau berlawanan. Lebih jelas lagi dua sudut yang
berlawanan dalam Teologi pembebasan itu sebagaimana disebutkan Hasan Hanafi adalah sisi
yang dianiaya melawan penganiaya, yang miskin melawan yang kaya yang didiskriminasi
melawan yang mendeskriminasi dan sejenisnya.10 Liberation Theology merupakan aspirasi
kaum tertindas dan kelas sosial dengan menekankan konfliktual aspek ekonomi,sosial,agama,
dan proses politik yang menjadikan mereka kecewa terhadap negara atau kelas yang
menindas.
Islam sebagai Praksis Pembebasan yang Berpihak
Islam adalah agama pembebasan ( Liberation Religion ). Al quran sebagai kitab suci umat
Islam sarat dengan berbagai simbol pembebasan dan pencerahan. Tujuan umum Al quran
adalah untuk mengeliminir segala bentuk penindasan, termasuk penindasan dalam bentuk jenis
kelamin, warna kulit, etnisitas, kekuasaan, keagamaan dan berbagai kelas lainnya didalam
masyarakat. Justru itu semua penafsiran texs Al qur’an yang menindas, harus ditolak.11
Secara Substansial, Islam di promosikan sebagai agama Ketuhanan sekaligus agama
kemanusiaan dan agama kemasyarakatan( QS Ali Imran :112 ) Kualitas keberagamaan
seseorang tidak hanya diperoleh melalui upaya penyucian diri yang sufistik tetapi juga
kepedulian terhadap penderitaan orang lain.Prestasi yang hendak diraih tidak berkutat pada
prestasi yang ritus saja tetapi juga prestasi sosial.( QS Al Maun : 1-7 ). Bahkan secara tegas Al
quran mengancam dengan sebutan pendusta agama kepada orang yang asik dengan
kebutuhan rohani pribadi namun melupakan kewajiban sosial terhadap anak yatim, fakir miskin
dan kaum mustadh’afin lainnya. Sebagai contoh saja sangat sia – sia dimata Tuhan seorang
yang sudah menunaikan ibadah Haji berulang kali sementara ia tidak mempunyai kepekaan
5 / 14
ISLAM SEBAGAI TEOLOGI PEMBEBASAN, DARI IDE MENUJU PRAKSIS
Friday, 21 August 2009 00:17
sosial.
Islam adalah sebuah agama dalam pengertian teknis dan sosial – revolutif yang menjadi
tantangan yang mengancam struktur yang menindas pada saat ini didalam maupun diluar
Arab.Tujuan dasarnya adalah persaudaraan yang universal ( Universal brotherhood ),
kesetaraan ( equality ), dan keadilan sosial ( social justice ). Dari sini Islam menekankan
kesatuan manusia ( Unity of mankind ) yang dijelaskan dalam Al qur’an, “ Hai manusia,Kami
ciptakan kamu dari laki – laki dan perempuan. Kami jadikan kamu berbangsa – bangsa dan
bersuku – suku supaya kamu saling mengenal sungguh yang paling mulia disisi kamu adalah
orang – orang yang paling bertaqwa,sungguh Allah maha mengetahui (QS Al hujurat ayat 13 ).
Ayat ini secara tegas membantah semua konsep superioritas rasial, kesukuan, kebangsaan
dan keluarga dengan satu penegasan akan pentingnya sifat kesalehan.Kesalehan yang
dimaksud dalam Islam bukanlah kesalehan yang berkutat pada persoalan pribadi tetapi juga
kesalehan sosial.sebagaimana disebutkan dalam AL quran “Berbuatlah adil, karena itu lebih
dekat kepada Taqwa”( QS Al maidah ayat :8 ) . Antara adil dan Taqwa adalah dua determinan
yang saling berkaitan. Artinya tingkat ketaqwaan seseorang tidaklah sempurna sebelum ia
memperjuangkan nilai – nilai keadilan dan kesetaraan. Dan keadilan itu tidaklah akan tercapai
tanpa membebaskan golongan masyarakat lemah dan marginal dari penderitaan dan
memberikan kesempatan kepada mereka untuk berbuat diatas nilai – nilai kebersamaan tanpa
penindasan baik struktural maupun kultural.
Konsep teologi yang mencoba membumikan nilai – nilai Ketuhanan kepada nilai – nilai
humanitas sesungguhnya berasal dari barat. Munculnya Teologi Pembebasan dari Gutieres
dalam agama Kristen dengan berbagai corak dan derivasinya adalah sebagai reaksi terhadap
konsep teologi sebelumnya yang dinilai kurang menyentuh tema – tema persoalan rill
masyarakat yang semakin kapitalis dan korup. Konsep teologi pembebasan dapat difahami
sebagai intervensi wilayah garapan gereja ke wilayah garapan kaisar atas nama Tuhan demi
kemanusiaan.12
6 / 14
ISLAM SEBAGAI TEOLOGI PEMBEBASAN, DARI IDE MENUJU PRAKSIS
Friday, 21 August 2009 00:17
Istilah Theology of liberation muncul berkat tulisan Guiteress atas pembacaan reflektif realitas
sosial keberagamaan di Amerika Latin ( latin Amerika ) yang sangat deskriminatif. Disini agama
menjadi subjek perubahan atas ketidaksewenangan penguasa negara dan “penguasa” agama.
Ia hadir sebagai jawaban atas analisis Marx dan Engels tentang ketidakberdayaan agama
dalam menjawab tantangan global. Bahwa sesungguhnya agama mampu menjadi garda depan
dalam melakukan kritik sosial.13
Pertanyaannya adalah apakah Teologi pembebasan Islam secara substansial mengakomodir
isu teologi pembebasan dari barat secara totalitas? Menurut saya Islam telah lebih dahulu
menyuarakan pembebasan terhadap praktik ketidakadilan. Sejak awal Islam telah concern dan
peduli kepada orang – orang yang tertindas seperti orang – orang yang teraniaya, fakir, miskin,
yatim, janda,perempuan budak, dan orang – orang yang terhukum sekalipun. Lahirnya
Muhammad yang melakukan kritik praksis terhadap kesewenangan penguasa Quraiys terhadap
mesyarakat Mekah adalah suatu concern Islam yang sangat revolusioner pada saat itu. Bahkan
Muhammad berkata andaikan matahari diletakkan ditangan kananku dan bulan ditangan kiriku
aku tidak akan pernah berhenti untuk berda’wah untuk menolong kaum mustad’afin.
Pembebasan Oleh Islam terus berlangsung hingga akhir masa kepemimpinan Khulafaur
Rasyidin. Hanya saja aspek – aspek Liberatif dalam Islam mulai terabaikan sejak munculnya
pemerintahan yang bersifat dinastik dimulai dari dinasti Ummayyah dan Abbasiyah. 14
Namun esensi dari Islam tetap berada pada wilayah – wilayah praksis liberatif. Dan dengung
Teologi Pembebasan dalam Islam yang monumental adalah ketika Ali Syariati
mengkampanyekan Islam sebagai ide kritik terhadap ketidakadilan. Dan lahirnya Revolusi Islam
Iran menentang berbagai kebijakan Reza Pahlevi yang sangat tidak berpihak pada kepentingan
ummat adalah bukti nyata bahwa Islam mampu sebagai idiologi pembebasan.15
Yang lebih penting dalam agenda pembebasan adalah bagaimana mewujudkan Islam sebagai
ide pembebasan dalam bentuk praksis yang sebenarnya, bukan hanya berhenti pada persoalan
wacana ( discourse ). Keberpihakan Islam dalam Teologi Pembebasannya sangatlah jelas,
yaitu Kaum Mustad’afin, mereka – mereka yang haknya dirampas, masyarakat tertindas dari
ketidak adilan system ekonomi,sosial,politik, dan lainnya.(QS Al –Nisa’ : 75, Al maun: 1-7, Adz
–zariat: 15-19 dll).
7 / 14
ISLAM SEBAGAI TEOLOGI PEMBEBASAN, DARI IDE MENUJU PRAKSIS
Friday, 21 August 2009 00:17
Kritik Terhadap Pemikiran Karl Marx, Dan Engels
Tidaklah benar anggapan Karl Marx dan Engels pada abad ke-19, bahwa agama tidak mampu
membuat suatu perubahan terhadap problematika ummat. The Religion is opium bagi Marx
adalah sebuah krtitik terhadap kondisi keberagamaan pada saat itu,dimana kaum agamawan
tidak lagi menjadi penanda pembebasan justru membela penguasa otoriter yang menindas
rakyat dengan menggunakan ayat – ayat Tuhan. Namun,bagi saya agama dan pemeluk agama
tidaklah sama. Analisis Marx tentang agama tersebut lebih kepada pemeluk agama yang
konservatif dan cendrung menjalankan agama dengan doktrin yang dogmatis. Tetapi Agama,
tetap berfungsi sebagai posisi ideal sebagai Transformasi sosial.
Islam adalah agama yang sejak lahir telah menjadi garda terdepan dalam teologi
pembebasannya. Dimana Ayat – ayat Allah SWT tidak saja menjadi ayat yang metafisis tetapi
juga liberatif terhadap praktik penindasan ekonomi, politik, maupun sosial kemasyarakatan
yang membumi. Disini tidaklah benar anggapan Fanon, bahwa Islam adalah agama yang
tradisionalis konservatif sebagaimana terjadi pada pemerintahan yang dinastik ( Ummayaah
dan Abbasiyah). Penyimpangan – penyimpangan dalam beragama dari substansi yang ideal
adalah kesalahan dari pemeluk agama yang menafsirkan agamanya. Dalam hal ini Islam
bukanlah agama yang mementingkan kepentingan penguasa yang menindas, justru Islamlah
yang menentang praktik – praktik kesewenangan raja atau penguasa Keberpihakan Islam
dalam teologi pembebasannya sangat jelas yaitu kaum Mustad’afin.
Paradigma Pembebasan
Paradigma Pembebasan adalah penegasan dari paradigma penyelamatan. Artinya sebenarnya
manusia terlahir dalam keadaan selamat tanpa dosa, namun karena tindakan munkar yang
melahirkan dosa membuat manusia menjadi kotor. Karena itu lahirlah para nabi untuk
menyelamatkan manusia dengan memberi peringatan agar kembali kepada kebenaran. Tugas
para Nabi ini dikenal dengan tugas kenabian atau Profetik ( Kuntowijoyo, 2001 )
Paradigma Menurut Wahono Nitiprawiro adalah model pemikiran mengenai tata masyarakat,
8 / 14
ISLAM SEBAGAI TEOLOGI PEMBEBASAN, DARI IDE MENUJU PRAKSIS
Friday, 21 August 2009 00:17
contoh tatanan yang dicita – citakan; dapat juga di sebut utopia yang mungkin dioperasionalkan
kendatipun tidak pernah akan benar – benar secara untuh tercapai semuanya.16 Sedangkan
Thomas Kuhn yang melahirkan The Structure Of Scientific Revolutions Menjelaskan bahwa
Paradigma adalah Aliran pemikiran yang memiliki kesamaan asumsi dasar tentang suatu
bidang studi, termasuk kesepakatan tentang kerangka konseptual, petunjuk metodologis, dan
tehnik analisis. 17
Dari sini tentunya harus ditemukan paradigma apa yang akan diusung oleh teologi
pembebasan. Penulis sependapat dengan apa yang diutarakan oleh Romo Wahono bahawa
dalam Teologi Pembebasan terdapat setidaknya empat pilar paradigma pembebasan yaitu :
1.Kemerdekaan ( Independency ) Yang kita mengerti tidak sekadar otonomi atau kemerdekaan
wilayah, tetapi terlebih kepada kemandirian manusia / rakyat / ummat / sebagai makhluk Allah
SWT.
2.Kesaudaraan ( solidarity/Brotherhood/Ukhuwah Insaniyah ) Disini tidak hanya berhenti pada
kekeluargaan, terlebih pada tumbuhnya rasa hormat kepada pribadi lain dengan keunikan dan
kemajemukannya.
3.Keadilan Sosial ( Social Justice ); Dalam keadilan sosial paradigma yang usung tidak sekadar
persama-rataan ( equality ) tetapi lebih kepada pencukupan syarat atau sarana dasar
kehidupan bagi manusia.
4.Kerakyatan ( Populist ), Bukan sekadar cinta bangsa ( Nationhood/Ukhuwah wathoniyah )
tetapi lebih jauh kepada rasa cinta kepada kemanusiaan terutama mereka yang terpinggirkan.
Inti dari kerakyatan adalah kedaulatan dan pemberdayaan rakyat. 18
Empat pilar diatas yang menjadi tema sentral dalam teologi pembebasan. Islam sebagai agen
perubahan dan elemen lain tentunya perlu menegakkan keempat nilai pembangunan
paradigma pembebasan tersebut. Hanya saja dalam praktiknya Paradigma yang dibangun
dengan nilai – nilai universal ini perlu memahami nilai local dalam bentuk kearifan local,
sehingga ketika kita membawa obor nilai – nilai kemanusiaan akan diterima oleh masyarakat
lokal untuk menyumbangkan relevansi semangat bagi pelaksanaan nilai – nilai universal bagi
kehidupan berwarga dunia yang meliputi kemerdekaan, kesaudaraan, keadilan sosial dan
kerakyatan.
IRM sebagai Intelektual Organik
9 / 14
ISLAM SEBAGAI TEOLOGI PEMBEBASAN, DARI IDE MENUJU PRAKSIS
Friday, 21 August 2009 00:17
Tidak bisa dipungkiri bahwa proses perubahan atau pembebasan butuh instrument penggerak
yang aktif pro aktif. Instument penggerak tersebut mempunyai tugas penyadaran terhadap
masyarakat sebagai dasar perjuangan dan pembebasan. Disini kesadaran masyarakat menjadi
penting karena mustahil sebuah praksis liberatif tanpa sebuah kesadaran. Saya lebih sepakat
menggunakan istilah kesadaran kolektif sebagai subjek analisis terhadap otoritas penguasa
yang otoriter. Karena kesadaran individu tidak mampu untuk melakukan sebuah pembaharuan
karena tidak mempunyai kekuatan yang kuat dalam proses pembebasan.
Tak ayal lagi, proses penyadaran menjadi sebuah keniscayaan sebagai kerangka berpijak
menuju kesadaran kolektif. Menurut Budi Munawar Rahman, Proses penyadaran adalah
kemampuan masyarakat untuk melihat kontradiksi sosial ekonomi dan politk untuk bergerak
melawan unsur – unsur penindasan yang terkandung dalam kenyataan sosial yang
dilihatnya.19
Instrument pembebasan selanjutnya, menyangkut siapa yang berperan dalam proses
Penyadaran tersebut?, Antonio Gramsci pernah membuat dua kategorisasi Intelektual,yaitu
Intelektual Tradisional dan Intelektual Organik. Seorang Intelektual tradisional adalah mereka
yang berjarak dan tidak peduli terhadap perubahan sosial dan penderitaan masyarakat.
Biasanya mereka hanya duduk dibelakang meja dan menghitung rumus – rumus matematis
dimenara gading. Sedangkan Intelektual organic adalah intelektual yang terlibat dalam proses
kebijakan publik atau isu – isu yang berkembang dimasyarakat. IA juga melakukan gerakan
empowering atau gerakan liberasi dengan basis pemihakan terhadap kelompok
Mustadh’afin.20 Senada dengan Gramsci, Ali syariati mengistilahkan Intelektual organic dengan
Rausyan Fikr yang harus memihak dan terlibat dalam perjuangan rakyat.
Intelektual Organik bagi Gramsci mengakui hubungan mereka dengan kelompok dan
memberikannya homogenitas serta kesadaran tentang fungsinya, bukan saja dibidang ekonomi
tetapi juga dibidang sosial kemasyarakatan, politik dan bidang lainnya.Seorang Intelektual
mempunyai kekuatan Moral yang berpihak pada perjuangan rakyat.21
10 / 14
ISLAM SEBAGAI TEOLOGI PEMBEBASAN, DARI IDE MENUJU PRAKSIS
Friday, 21 August 2009 00:17
Strategi taktis untuk menjalankan misi kenabian ini pernah dikemukakan oleh Kuntowijoyo.
Kunto menyebut perjuangan rakyat dalam membebaskan diri dari ketertindasan dengan Idiologi
Profetik. Menurut hemat saya Islam sebagai praksis pembebas perlu memahami lebih dalam
strategi apa yang perlu dilakukan. Dalam bukunya Islam tanpa Masjid Kunto menjelaskan ada
tiga tahapan yang perlu dilakukan oleh umat Islam dalam proses pembebasan.,yaitu pertama
Humanisasi, kedua Liberasi, dan ketiga transendensi.22
Proses Humanisasi merupakan proses memanusiakan manusia. Artinya adanya penyadaran
bahwa manusia mempunyai peran sebagai aktor sejarah yang mampu berkarya/ berbuat dan
bukan budak sejarah. Dari sini akan muncul agensi aktif yang menjadi dan mencari. Proses
Liberalisasi, bertujuan membebaskan manusia dari kejumudan berfikir, dominasi system yang
menindas, dan memiliki kerangka tafsir/hermeneutic yang berpihak demi mewujudkan sosailitas
Islam sebagai agama kritik/protes. Dalam Proses Transendensi, membungkus dua fase
sebelumnya dalam bingkai keTuhanan. Karena inti dari Ajaran agama adalah membebaskan
maka ayat – ayat Allah SWT ditafsirkan sebagai wahana pembebasan dari ketertindasan bukan
malah membelenggu rakyat/ummat dengan legitimasi ayat – ayat Tuhan.
Dalam praktiknya peran Rausyan fikr / Intelektual organik tadi bisa diambil oleh posisi
mahasiswa, palajar, guru, dosen, aktifis gerakan, LSM, kaum agamawan, pedagang,
budayawan dan lain sebagainya yang concern terhadap penyadaran menuju pada praksis
pembebasan.
Ikatan remaja Muhammadiyah (IRM ) adalah sebuah elemen gerakan sosial keagamaan yang
sangat strategis dalam mengambil peran seperti apa yang telah dipaparkan Gramschi, maupun
Syariati. Saya kira icon Kritis transformatif IRM yang dipilih sebagai dasar penggerak oleh IRM
tetap relevan dalam konteks kekininian. Persoalan yang muncul adalah bagaimana
membumikan gagasan kritis tansformatif dalam kerangka kerja yang programatik, sistematis
tidak lari dari idealisme yang dibangun.
Untuk itu IRM perlu mentafsir ulang metodologi gerakannya. Falsafah gerakan yang ingin
diwujudkan tentu tidak lepas dari tujuan organisasi yang ingin dicapai IRM. Realitas sosial
merupakan rekayasa sosial yang tidak bebas nilai. Terdapat banyak kepentingan disana. Justru
itu IRM harus memposisikan dirinya sebagai agen perubahan dengan metodologi gerakan yang
jelas. Karena itu perlu disusun sebuah kerangka untuk membangun gerakan yang massif bagi
IRM. Dibawah ini adalah contoh bagaimana IRM harus melihat realitas sosial sembari
melakukan strategi pencapaian tujuan organisasi. ( Nugi)
STRATEGI MEMBANGUN GERAKAN SOSIAL
11 / 14
ISLAM SEBAGAI TEOLOGI PEMBEBASAN, DARI IDE MENUJU PRAKSIS
Friday, 21 August 2009 00:17
Membangun Idealisme Berbasis Program
ALAT BACA GERAKAN
Penutup : Jalan Pembebasan Tanpa Kekerasan
Sebagai penutup dari makalah ini, saya hendak mengatakan bahwa teologi pembebasan
berguna untuk menjembatani keberimanan dan praksisi dan juga merupakan jalan tanpa
kekerasan. Setelah proses penyadaran dilakukan, maka agenda selanjutnya adalah memilih
cara yang tepat untuk melakukan praksis pembebasan. Disini saya mengisaratkan bahwa jalan
itu adalah Jalan tanpa kekerasanTeologi Praksis non violence.
Kekerasan dibalas dengan kekerasan memang dapat menjadi pilihan, tetapi akan selalu
melahirkan spiral kekerasan dan tidak jarang bumerang kekerasan bagi yang melempar
kekerasan pertama kali. Justu itu praksis pembebasan tanpa kekerasan memang pilihan cerdas
untuk mencapai tujuan perjuangan rakyat. Mungkin tidak berlebihan kalau saya mencontohkan
Mahatma Gandhi dari India, Marther Luther King dan Nelson Mandela yang membela rakyat
tanpa kekeasan.
Pemahaman umat dalam beragama ( Islam ) harus holistic dan tidak separuh – separuh. Islam
mengedepankan nilai – nilai keadilan, kebersamaan, dan persaudaraan. Dalam beragama tentu
kita tidak berhenti pada persoalan individu saja. Karena masih banyak dosa – dosa sosial yang
masih belum kita tebus dengan melkukan da’wah amar ma’ruf nahi munkar. Semoga bumi Allah
SWT ini senantiasa diridhoinya dan negara Baldatun Thoyyibatun Warobbun Ghofur yang kita
cita – citakan dapat segera terwujud. Amin ….
***
DAFTAR PUSTAKA
* Abdurrahman, Moeslim.2003.Islam sebagai Kritik Sosial,Jakarta : Penerbit Erlangga
* Ali Engineer,Asghar. 2003.Islam dan Teologi pembebasan Jogjakarta : Pustaka Pelajar
* Essack,Farid. 2000. Membebaskan Yang Tertindas Al quran ,liberalismeda,
12 / 14
ISLAM SEBAGAI TEOLOGI PEMBEBASAN, DARI IDE MENUJU PRAKSIS
Friday, 21 August 2009 00:17
Pluralisme.Bandung : Mizan
* Fakih, Mansour.2001Sesat Pikir Teori Pembangunan dan GlobalisasiJogjakarta : Insist Press
dan Pustaka Pelajar
* Ilyas,Yunahar.2000.Kuliah ‘Aqidah Islam.Jogjakarta : LPPI
* Ihsan Ali -Fauzy dan Haidar Bagir,(tahun tak disebutkan),Mencari Islam Bab Menuju suatu
Teologi Yang Membebaskan.Tulisan Budhi Munawar Rachman JAkarta : Penerbit Mizan
* Hanafi,Hasan,2003.Bongkar Tafsir Liberalisasi, Revolusi,Hermeneutik Jogjakarta : Penerbit
Prismasophie
* Hidayat,Komaruddin et.al,. 2001 Agama ditengah Kemelut Jakarta : Media cita
* Lowy,Michael,2003. Teologi Pembebasan.Jogjakarta : Insist Press dan Pustaka Pelajar
* Abdurrahman, Moeslim.2003. Islam sebagai Kritik Sosial,Jakarta :Penerbit Erlangga
* Francis Wahono Nitiprawiro, 2000,Teologi Pembebasan Sejarah, Metode, Praksis dan
Isinya,Jogjakarta : LkiS Yogyakarta
* Mohtar Masoed, 1994, Ilmu Hubungan Internasional, Disiplin dan Metodologi, Jakarta :
LP3ES
* Fuad Fanani,Ahmad,2003.Makalah Membumikan Visi Intelektualitas dan Gerakan IMM,
catatan pasca Muktamar IMM ke 11 Agustus 2003
* Patria,Nezar dan Andi Arief,2003.Antonio Gramsci,Negara dan Hegemoni Jogjakarta :
Pustaka Pelajar
* Kuntowijoyo, 2001, Islam tanpa Masjid Bandung : Mizan
Penulis adalah Mahasiswa Universitas Islam Negeri Yogyakarta, Jurusan Aqidah Filsafat
Fakuktas Ushuluddin semester pertama, Tulisan ini merupakan prasyarat mengikuti
Pengkaderan Taruna Melati III Pimpinan Wilayah Ikatan Remaja Muhammadiyah Jawa Tengah.
Penulis adalah utusan PW IRM DIY
1. frantz fanon adalah salah seorang Profesor yang mendalami pemikiran Karl Marx.Tokoh
berkebangsaan Al jazair ini telah menulis berbagai buku,,diantaranya adalah The Wretched of
the earth ( Yang terkutuk dibumi ).
2. Abdurrahman, Moeslim.2003.Islam sebagai Kritik Sosial,Jakarta :Penerbit Erlangga, hal 99
3. Ali Engineer,Asghar. 2003.Islam dan Teologi pembebasan Jogjakarta : Pustaka Pelajar, hal
1-2
4. Essack,Farid. 2000.Membebaskan Yang Tertindas Al
quran,liberalismeda,Pluralisme.Bandung : Mizan hal 120
5. Fakih, Mansour.2001Sesat Pikir Teori Pembangunan dan GlobalisasiJogjakarta : Insist
Press dan Pustaka Pelajar hal 177 – 178
6. Ibid,hal 177
7. Ilyas,Yunahar.2000.Kuliah ‘Aqidah Islam.Jogjakarta : LPPI hal,1
8. Essack,Farid. 2000.Membebaskan Yang Tertindas Al
quran,liberalismeda,Pluralisme.Bandung : Mizan hal 121-122
9. Ihsan Ali -Fauzy dan Haidar Bagir,(tahun tak disebutkan),Mencari Islam Bab Menuju suatu
Teologi Yang Membebaskan.Tulisan Budhi Munawar Rachman JAkarta : Penerbit Mizan, hal
269
10. Hanafi,Hasan,2003.Bongkar Tafsir Liberalisasi, Revolusi,Hermeneutik Jogjakarta : Penerbit
13 / 14
ISLAM SEBAGAI TEOLOGI PEMBEBASAN, DARI IDE MENUJU PRAKSIS
Friday, 21 August 2009 00:17
Prismasophie.hal 124
11. Hidayat,Komaruddin et.al,. 2001Agama ditengah Kemelut Jakarta : Media cita hal 348
12. ibid,hal 349
13. Lowy,Michael,2003. Teologi Pembebasan.Jogjakarta : Insist Press dan Pustaka Pelajar,
hal vi
14. Ali Engineer,Asghar. 2003.Islam dan Teologi pembebasan Jogjakarta : Pustaka Pelajar, hal
38
15. Abdurrahman, Moeslim.2003.Islam sebagai Kritik Sosial,Jakarta :Penerbit Erlangga, hal 94
16. Francis Wahono Nitiprawiro, 2000,Teologi Pembebasan Sejarah, Metode, Praksis dan
Isinya,Jogjakarta : LkiS Yogyakarta hal. xxvii
17. Mohtar Masoed, 1994, Ilmu Hubungan Internasional, Disiplin dan Metodologi, Jakarta :
LP3ES hal. 8
18. Francis Wahono Nitiprawiro, 2000,Teologi Pembebasan Sejarah, Metode, Praksis dan
Isinya,Jogjakarta : LkiS Yogyakarta hal. xxvix
19. Ihsan Ali -Fauzy dan Haidar Bagir,(tahun tak disebutkan),Mencari Islam Bab Menuju suatu
Teologi Yang Membebaskan.Tulisan Budhi Munawar Rachman JAkarta : Penerbit Mizan, hal
261
20. Fuad Fanani,Ahmad,2003.Makalah Membumikan Visi Intelektualitas dan Gerakan IMM,
catatan pasca Muktamar IMM ke 11 Agustus 2003.hal 1
21. Patria,Nezar dan Andi Arief,2003.Antonio Gramsci,Negara dan Hegemoni Jogjakarta :
Pustaka Pelajar hal 161 – 162
22. Kuntowijoyo, 2001, Islam tanpa Masjid Bandung : Mizan.
14 / 14

Tidak ada komentar:

Posting Komentar