Minggu, 31 Juli 2011

syariah

Akuntansi Syariah
1
PENDAHULUAN
Ketika WorldCom sebuah Perusahaan telekomunikasi dengan aset perusahaan
sebesar $107 Miliar (Rp 963 Triliun) mengalami kebangkrutan, merupakan sebuah
cerita kebangkrutan terbesar sepanjang sejarah Amerika.
Jatuhnya perusahaan tersebut mempunyai efek buruk terhadap perekonomian
Amerika, setelah sebelumnya Enron, Merck, dan Xerox ikut jatuh diguncang skandal
manipulasi keuangan. WorldCom dan perusahaan lainnya bukanlah jenis entitas
bisnis yang baru berdiri, kapitalisasi perusahaan tersebut di New York Stock
Exchange (NYSE) yang begitu besar dan laba yang dihasilkan dalam keadaan
kondisi perekonomian yang lesu, merupakan daya tarik tersendiri yang menjadi
perhatian para pebisnis di seluruh dunia untuk membeli saham perusahaan tersebut.
Tapi laba yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut hanya sebuah akal-akalan
dengan memalsukan laporan akuntansi yang telah membuat perusahaan tersebut
sangat ringkih. Laba miliaran dolar yang dihasilkan dalam laporan keuangan hanya
sebuah kebohongan yang dibuat oleh akuntan-akuntan yang tak bertanggung
jawab.
WorldCom hanya sebuah contoh dari peradaban yang menempatkan ilmu akuntansi
sebagai kepentingan pemilik modal (stockholder). Di sini, batas dan ruang akuntansi
sebagai media transparansi dan pertanggungjawaban disalahgunakan untuk satu
alasan yaitu mencari keuntungan sendiri bagi pemilik modal.
Kenyataan untuk memalsukan laporan keuangan yang banyak terjadi menunjukkan
betapa sistem akuntansi kapitalis selalu berpeluang melahirkan malapetaka. Sistem
akuntansi kapitalis didesain untuk mendukung pemilik modal. Di sinilah bedanya
sistem akuntansi kapitalis dan Islam dibangun. Akuntansi Islam bukan saja untuk
melayani kepentingan stockholder, tapi juga semua pihak yang terlibat (stakeholder).
Itu berarti ada upaya untuk melindungi kepentingan masyarakat yang terkait
langsung maupun tidak langsung.
Karena itu, Akuntansi Syariah tidak selalu berbicara angka. Sebaliknya, domain
akuntansi juga mengukur perilaku (behavior). Konsekuensinya, akuntasi syariah
menjadi pedoman dalam penegakan ketertiban perdagangan, pembagian yang adil,
Akuntansi Syariah
2
pelarangan penipuan mutu, timbangan, bahkan termasuk mengawasi agar tidak
terjadi benturan kepentingan antara perusahaan yang bisa merugikan kalangan lain.
Dasar-dasar bisnis dengan mengacu praktik akuntansi syariah sebenarnya sudah
diterapkan Rasulullah saat membangun Madinah. Tinggal kini bagaimana
mentransfer warisan Nabi Muhammad yang berupa nilai-nilai normatif itu ke dalam
tataran empirisme.
Akuntansi Syariah
3
PERKEMBANGAN AKUNTANSI SYARIAH
Dalam penyusunan akuntansi Islam kemungkinan ada persamaan dengan akuntansi
konvensional khususnya dalam teknik dan operasionalnya. Seperti dalam bentuk
pemakaian buku besar, sistem pencatatan, proses penyusunan bisa sama. Namun
perbedaan akan kembali mengemuka ketika membahas subtansi dari isi laporannya,
karena berbedanya filosofi.
Dalam kaitan ini menarik disimak produk Pernyataan Standar Akuntansi (PSAK)
Syariah yang sudah dihasilkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan disahkan per
Mei 2002. PSAK ini diterapkan per 1 Januari 2003. Produk ini memang membawa ke
era baru bagi industri keuangan di tanah air yang berprinsip syariah.
PSAK tersebut dinilai tidak konsisten dengan jiwa syariah khususnya dalam
filosofinya. Sistem ini masih kental mengadopsi filosofi akuntansi konvensional yang
menggunakan sistem acrual basis. Sistem ini kurang pas dengan jiwa syariah karena
menempatkan pendapatan yang belum nyata dalam laporan keuangan.
Penerapan sistem cash basis sangat fundamental. Seperti halnya bank syariah tidak
bisa mengalami negative spread karena menggunakan prinsip bagi hasil. Jadi kalau
sistem cash basis ini dihilangkan, ciri akuntansi syariah ikut hilang.
Sistem akuntansi dasar akrual (acrual basis) tidak sensitif dalam mencegah
terjadinya kejahatan keuangan. Kasus WorldCom, Enron, semula berawal dari
sistem akuntansi akrual tersebut. Laporan keuangan mereka bagus, tapi cash flow
mereka buruk. Itu terjadi, karena pendekatan dasar akrual memang membuka
peluang kecurangan dalam pembukuan. Tragedi WorldCom terjadi karena akuntan
memanfaatkan celah-celah dasar akrual, yang akhirnya merugikan para pemilik
saham. Kebangkrutan tersebut terjadi karena banyak keuntungan yang masih
berbentuk potensi dibukukan dan diakui sebagai pendapatan.
Terlepas dari kelemahan PSAK itu, yang jelas teori akuntansi syariah harus terus
didukung untuk terus disempurnakan. Agar akuntansi tidak lagi bicara angka, tapi
juga penegakan keadilan dan kebenaran. Dan, agar tidak ada lagi WorldCom-
WorldCom lain yang menjadi ikon dari dongeng kebangkrutan.
Akuntansi Syariah
4
Sejarah Akuntansi Syariah
Apabila kita pelajari sejarah Islam ditemukan bahwa setelah munculnya Islam di
Semenanjung Arab di bawah pimpinan Rasulullah SAW dan terbentuknya Daulah
Islamiah di Madinah yang kemudian di lanjutkan oleh para Khulafaur Rasyidin
terdapat undang-undang akuntansi yang diterapkan untuk perorangan, perserikatan
(syarikah) atau perusahaan, akuntansi wakaf, hak-hak pelarangan penggunaan harta
(hijr), dan anggaran negara.
Rasulullah SAW sendiri pada masa hidupnya juga telah mendidik secara khusus
beberapa sahabat untuk menangani profesi akuntan dengan sebutan "hafazhatul
amwal" (pengawas keuangan). Bahkan Al-Qur’an menganggap masalah ini sebagai
suatu masalah serius dengan diturunkannya ayat terpanjang, yakni surah Al-Baqarah
ayat 282 yang menjelaskan fungsi-fungsi pencatatan transaksi, dasar-dasarnya, dan
manfaat-manfaatnya, seperti yang diterangkan oleh kaidah-kaidah hukum yang
harus dipedomani dalam hal tersebut. Sebagaimana pada awal ayat tersebut
menyatakan :
"Hai, orang-orang yang beriman apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai
untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah
seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah
penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya........."
Dengan demikian, dapat kita saksikan dari sejarah, bahwa ternyata Islam lebih
dahulu mengenal sistem akuntansi, karena Al-Quran telah diturunkan pada tahun
610 M, yakni 800 tahun lebih dahulu dari Luca Pacioli yang menerbitkan bukunya
pada tahun 1494 M. Dari sisi ilmu pengetahuan, Akuntansi adalah ilmu informasi
yang mencoba mengkonversi bukti dan data menjadi informasi dengan cara
melakukan pengukuran atas berbagai transaksi dan akibatnya yang dikelompokkan
dalam account, perkiraan atau pos keuangan seperti aktiva, utang, modal, hasil,
biaya, dan laba.
Dalam Al-Quran disampaikan bahwa kita harus mengukur secara adil, jangan
dilebihkan dan jangan dikurangi. Kita dilarang untuk menuntut keadilan ukuran dan
timbangan bagi kita, sedangkan bagi orang lain kita menguranginya. Dalam hal ini,
Al-Quran menyatakan dalam berbagai ayat, antara lain dalam surah Asy-Syu'ara
ayat 181-184 yang berbunyi :
Akuntansi Syariah
5
"Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang
merugikan dan timbanglah dengan timbangan yang lurus. Dan janganlah kamu
merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi
dengan membuat kerusakan dan bertakwalah kepada Allah yang telah menciptakan
kamu dan umat-umat yang dahulu."
Kebenaran dan keadilan dalam mengukur/menakar tersebut, juga menyangkut
pengukuran kekayaan, utang, modal pendapatan, biaya, dan laba perusahaan,
sehingga seorang Akuntan wajib mengukur kekayaan secara benar dan adil.
Seorang Akuntan akan menyajikan sebuah laporan keuangan yang disusun dari
bukti-bukti yang ada dalam sebuah organisasi yang dijalankan oleh sebuah
manajemen yang diangkat atau ditunjuk sebelumnya. Manajemen bisa melakukan
apa saja dalam menyajikan laporan sesuai dengan motivasi dan kepentingannya,
sehingga secara logis dikhawatirkan dia akan membonceng kepentingannya. Untuk
itu diperlukan Akuntan Independen yang melakukan pemeriksaaan atas laporan
beserta bukti-buktinya. Metode, teknik, dan strategi pemeriksaan ini dipelajari dan
dijelaskan dalam Ilmu Auditing.
Dalam Islam, fungsi Auditing ini disebut "tabayyun" sebagaimana yang dijelaskan
dalam Surah Al-Hujuraat ayat 6 yang berbunyi :
"Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu
berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah
kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu
menyesal atas perbuatanmu itu."
Kemudian, sesuai dengan perintah Allah dalam Al Quran, kita harus
menyempurnakan pengukuran di atas dalam bentuk pos-pos yang disajikan dalam
Neraca, sebagaimana digambarkan dalam Surah Al-Israa' ayat 35 yang berbunyi :
"Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan
neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya."
Pengertian Akuntansi Syariah
Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang
perilakunya diatur berdasarkan aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid
sebagaimana dirangkum dalam rukun iman dan rukun Islam.
Akuntansi Syariah
6
Bekerja merupakan suatu kewajiban karena Allah swt memerintahkannya,
sebagaimana firman-Nya dalam surat At Taubah ayat 105 :
“Dan katakanlah, bekerjalah kamu, karena Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang
yang beriman akan melihat pekerjaan itu”
Karena kerja membawa pada ke-ampunan, sebagaimana sabda Rasulullah
Muhammad saw :
“Barang siapa diwaktu sorenya kelelahan karena kerja tangannya, maka di waktu
sore itu ia mendapat ampunan”.(HR.Thabrani dan Baihaqi)
Dari paparan di atas, dapat dinyatakan bahwa kaidah Akuntansi dalam konsep
Syariah Islam dapat didefinisikan sebagai kumpulan dasar-dasar hukum yang baku
dan permanen, yang disimpulkan dari sumber-sumber Syariah Islam dan
dipergunakan sebagai aturan oleh seorang Akuntan dalam pekerjaannya, baik dalam
pembukuan, analisis, pengukuran, pemaparan, maupun penjelasan, dan menjadi
pijakan dalam menjelaskan suatu kejadian atau peristiwa.
Tujuan Akuntansi Syariah
Segala aturan yang diturunkan Allah swt dalam sistem Islam mengarah pada
tercapainya kebaikan, kesejahteraan, keutamaan, serta menghapuskan kejahatan,
kesengsaraan, dan kerugian pada seluruh ciptaan-Nya. Demikian pula dalam hal
ekonomi, tujuannya adalah membantu manusia mencapai kemenangan di dunia dan
di akhirat.
Terdapat tiga sasaran hukum Islam yang menunjukan bahwa Islam diturunkan
sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia, yaitu:
1. Penyucian jiwa agar setiap muslim bisa menjadi sumber kebaikan bagi
masyarakat dan lingkungannya.
2. Tegaknya keadilan dalam masyarakat. Keadilan yang dimaksud mencakup
aspek kehidupan di bidang hukum dan muamalah.
3. Tercapainya maslahah (merupakan puncaknya). Para ulama menyepakati
bahwa maslahah yang menjad puncak sasaran di atas mencakup lima
jaminan dasar:
a. keselamatan keyakinan agama (al din)
Akuntansi Syariah
7
b. kesalamatan jiwa (al nafs)
c. keselamatan akal (al aql)
d. keselamatan keluarga dan keturunan (al nasl)
e. keselamatan harta benda (al mal)
Bisnis syariah dewasa ini mengalami perkembangan yang signifikan dan menjadi
tren baru dunia bisnis di negara-negara mayoritas berpenduduk muslim maupun non
muslim, perkembangan ini terutama terjadi di sektor keuangan. Perbankan Syariah
dan produk-produknya telah beredar luas di masyarakat, Asuransi Syariah dan
Reksadana Syariah juga sudah mulai bermunculan. Perkembangan bisnis syariah ini
menuntut standar akuntansi yang sesuai dengan karakteristik bisnis syariah
sehingga transparansi dan akuntanbilitas bisnis syariah pun dapat terjamin.
Apabila ingin membangun usaha yang sesuai syariah, pebisnis sudah harus
memikirkan segala proses bisnis yang dijalankan sesuai syariah, termasuk dalam hal
pembukuan, yang saat ini secara modern menggunakan istilah akuntansi. Seperti
diutarakan Sofyan S Harahap, (Direktur Islamic Economic and Finance, Post
Graduate Program, Universitas Trisakti), dalam sebuah seminar di Jakarta, akuntansi
syariah berfungsi membantu manusia menjalankan tugas yang diamanahkan
kepadanya dalam suatu perusahaan atau organisasi sehingga semua kegiatan tetap
dalam keridhaan Allah SWT.
Sesuai kerangka teori yang ada, akuntansi syariah didasarkan kepada tauhid, tujuan,
paradigma, konsep, prinsipnya harus sesuai dengan nilai-nilai Islam yang diatur
dalam Al-Qur’an dan Hadist. Oleh karena itu laporan keuangan akuntansi syariah
berisi tentang laporan pelaksanaan syariah di perusahaan baik aspek produk
maupun operasional, tanggung jawab perusahaan dan kinerja perusahaan.
Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam
Secara garis besar ekonomi Islam memiliki beberapa prinsip dasar :
1. Berbagai sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan dari Allah
swt kepada manusia.
2. Islam mengakui pemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu.
3. Kekuatan penggerak utama ekonomi Islam adalah kerja sama.
Akuntansi Syariah
8
4. Ekonomi Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh
segelintir orang saja.
5. Ekonomi Islam menjamin pemilikan masyarakat dan penggunaannya
direncanakan untuk kepentingan banyak orang.
6. Seorang mulsim harus takut kepada Allah swt dan hari penentuan di akhirat
nanti.
7. Zakat harus dibayarkan atas kekayaan yang telah memenuhi batas (nisab)
8. Islam melarang riba dalam segala bentuk.
Dasar Hukum Akuntansi Syariah
Dasar hukum dalam Akuntansi Syariah bersumber dari :
1. Al Quran,
2. Sunah Nabwiyyah,
3. Ijma (kespakatan para ulama),
4. Qiyas (persamaan suatu peristiwa tertentu,
5. ‘Uruf (adat kebiasaan) yang tidak bertentangan dengan Syariah Islam.
Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah, memiliki karakteristik khusus yang membedakan
dari kaidah Akuntansi Konvensional. Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah sesuai
dengan norma-norma masyarakat islami, dan termasuk disiplin ilmu sosial yang
berfungsi sebagai pelayan masyarakat pada tempat penerapan Akuntansi tersebut.
Persamaan kaidah Akuntansi Syariah dengan Akuntansi Konvensional terdapat pada
hal-hal sebagai berikut:
1. Prinsip pemisahan jaminan keuangan dengan prinsip unit ekonomi;
2. Prinsip penahunan (hauliyah) dengan prinsip periode waktu atau tahun
pembukuan keuangan;
3. Prinsip pembukuan langsung dengan pencatatan bertanggal;
4. Prinsip kesaksian dalam pembukuan dengan prinsip penentuan barang;
5. Prinsip perbandingan (muqabalah) dengan prinsip perbandingan income
dengan cost (biaya);
6. Prinsip kontinuitas (istimrariah) dengan kesinambungan perusahaan;
7. Prinsip keterangan (idhah) dengan penjelasan atau pemberitahuan.
Akuntansi Syariah
9
Sedangkan perbedaan Akuntansi Syariah dengan Akuntansi Konvensional, menurut
Husein Syahatah, dalam buku Pokok-Pokok Pikiran Akuntansi Islam, antara lain,
terdapat pada hal-hal sebagai berikut :
1. Para ahli akuntansi modern berbeda pendapat dalam cara menentukan nilai
atau harga untuk melindungi modal pokok, dan juga hingga saat ini apa yang
dimaksud dengan modal pokok (kapital) belum ditentukan. Sedangkan
konsep Islam menerapkan konsep penilaian berdasarkan nilai tukar yang
berlaku, dengan tujuan melindungi modal pokok dari segi kemampuan
produksi di masa yang akan datang dalam ruang lingkup perusahaan yang
kontinuitas;
2. Modal dalam konsep akuntansi konvensional terbagi menjadi dua bagian,
yaitu modal tetap (aktiva tetap) dan modal yang beredar (aktiva lancar),
sedangkan di dalam konsep Islam barang-barang pokok dibagi menjadi harta
berupa uang (cash) dan harta berupa barang (stock), selanjutnya barang
dibagi menjadi barang milik dan barang dagang;
3. Dalam konsep Islam, mata uang seperti emas, perak, dan barang lain yang
sama kedudukannya, bukanlah tujuan dari segalanya, melainkan hanya
sebagai perantara untuk pengukuran dan penentuan nilai atau harga, atau
sebagi sumber harga atau nilai;
4. Konsep konvensional mempraktekkan teori pencadangan dan ketelitian dari
menanggung semua kerugian dalam perhitungan, serta mengenyampingkan
laba yang bersifat mungkin, sedangkan konsep Islam sangat memperhatikan
hal itu dengan cara penentuan nilai atau harga dengan berdasarkan nilai
tukar yang berlaku serta membentuk cadangan untuk kemungkinan bahaya
dan resiko;
5. Konsep konvensional menerapkan prinsip laba universal, mencakup laba
dagang, modal pokok, transaksi, dan juga uang dari sumber yang haram,
sedangkan dalam konsep Islam dibedakan antara laba dari aktivitas pokok
dan laba yang berasal dari kapital (modal pokok) dengan yang berasal dari
transaksi, juga wajib menjelaskan pendapatan dari sumber yang haram jika
ada, dan berusaha menghindari serta menyalurkan pada tempat-tempat yang
telah ditentukan oleh para ulama fiqih. Laba dari sumber yang haram tidak
boleh dibagi untuk mitra usaha atau dicampurkan pada pokok modal;
6. Konsep konvensional menerapkan prinsip bahwa laba itu hanya ada ketika
adanya jual-beli, sedangkan konsep Islam memakai kaidah bahwa laba itu
akan ada ketika adanya perkembangan dan pertambahan pada nilai barang,
Akuntansi Syariah
10
baik yang telah terjual maupun yang belum. Akan tetapi, jual beli adalah
suatu keharusan untuk menyatakan laba, dan laba tidak boleh dibagi
sebelum nyata laba itu diperoleh.
Dengan demikian, dapat diketahui, bahwa perbedaan antara sistem Akuntansi
Syariah Islam dengan Akuntansi Konvensional adalah menyentuh soal-soal inti dan
pokok, sedangkan segi persamaannya hanya bersifat aksiomatis.
Menurut, Toshikabu Hayashi dalam tesisnya yang berjudul "On Islamic Accounting",
Akuntansi Barat (Konvensional) memiliki sifat yang dibuat sendiri oleh kaum kapital
dengan berpedoman pada filsafat kapitalisme, sedangkan dalam Akuntansi Islam
ada "meta-rule" yang berasal diluar konsep akuntansi yang harus dipatuhi, yaitu
hukum Syariah yang berasal dari Tuhan yang bukan ciptaan manusia, dan Akuntansi
Islam sesuai dengan kecenderungan manusia yaitu "hanief" yang menuntut agar
perusahaan juga memiliki etika dan tanggung jawab sosial, bahkan ada
pertanggungjawaban di akhirat, dimana setiap orang akan
mempertanggungjawabkan tindakannya di hadapan Tuhan yang memiliki Akuntan
sendiri (Rakib dan Atid) yang mencatat semua tindakan manusia bukan saja pada
bidang ekonomi, tetapi juga masalah sosial dan pelaksanaan hukum Syariah lainnya.
Dari uraian di atas, dapat disebutkan bahwa konsep Akuntansi Islam jauh lebih
dahulu dari konsep Akuntansi Konvensional, dan bahkan Islam telah membuat
serangkaian kaidah yang belum terpikirkan oleh pakar-pakar Akuntansi
Konvensional.
Perkembangan Akuntansi Syariah
Sejalan dengan mulai diberlakukannya ketentuan transparansi bagi perbankan
syariah, selama tahun laporan telah dilakukan pertemuan dengan pihak Ikatan
Akuntan Indonesia (IAI) yang ditindaklanjuti dengan pemberian materi yang
diperlukan pada pelatihan berkelanjutan yang diselenggarakan oleh Ikatan Akuntan
Indonesia kepada para Akuntan Publik Indonesia dalam rangka memberikan
pemahaman mengenai proses pelaksanaan pemenuhan ketentuan tersebut yang
mulai berlaku untuk laporan keuangan tahun buku 2006.
Akuntansi Syariah
11
Akuntan Publik yang melakukan audit terhadap perbankan syariah sebelum
mengeluarkan opini terhadap laporan keuangan, agar memperoleh pendapat terlebih
dahulu dari Dewan Pengawas Syariah tentang kepatuhan bank syariah yang
diawasinya.
Adanya laporan pengawasan syariah kepada stakeholders perbankan syariah dan
keharusan untuk mendapatkan pendapat Dewan Pengawas Syariah bagi Akuntan
Publik sebelum mengeluarkan opini terhadap laporan keuangan perbankan syariah
yang diaudit, adalah merupakan salah satu usaha untuk menjaga tingkat
kepercayaan masyarakat dalam penerapan prinsip syariah dalam setiap transaksi
Hal ini sesuai dengan salah satu sasaran akhir yang akan dicapai dalam revisi Cetak
Biru Pengembangan Perbankan Syariah tahun 2005 berupa terpenuhinya prinsip
syariah dalam operasional perbankan syariah.
Dalam upaya untuk mendorong tersusunnya norma-norma keuangan syariah yang
seragam dan pengembangan produk yang selaras antara aspek syariah dan kehatihatian,
pada tahun laporan telah dilakukan pembahasan bersama pihak terkait
didalam Komite Akuntansi Syariah dimana Bank Indonesia sebagai salah satu
anggotanya bersama Ikatan Akuntan Indonesia dan pihak lainnya.
Komite Akuntansi Syariah bersama dengan Dewan Standar Akuntansi Keuangan –
Ikatan Akuntan Indonesia tahun 2007 telah mengeluarkan Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan untuk transaksi kegiatan usaha dengan mempergunakan
akuntansi berdasarkan kaidah syariah. Berikut ini daftar Standar Akutansi Keuangan
yang juga akan berlaku bagi perbankan syariah :
1. Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah,
2. PSAK 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah,
3. PSAK 102 tentang Akuntansi Murabahah,
4. PSAK 103 tentang Akuntansi Salam,
5. PSAK 104 tentang Akuntansi Istishna’,
6. PSAK 105 tentang Akuntansi Mudharabah,
7. PSAK 106 tentang Akuntansi Musyarakah.
IAI sebagai lembaga yang berwenang dalam menetapkan standar akuntansi
keuangan dan audit bagi berbagai industri merupakan elemen penting dalam
pengembangan perbankan syariah di Indonesia, dimana perekonomian syariah tidak
Akuntansi Syariah
12
dapat berjalan dan berkembang dengan baik tanpa adanya standar akuntansi
keuangan yang baik.
Standar akuntansi dan audit yang sesuai dengan prinsip syariah sangat dibutuhkan
dalam rangka mengakomodir perbedaan esensi antara operasional Syariah dengan
praktek perbankan yang telah ada (konvensional). Untuk itulah maka pada tanggal
25 Juni 2003 telah ditandatangani nota kesepahaman antara Bank Indonesia dengan
IAI dalam rangka kerjasama penyusunan berbagai standar akuntansi di bidang
perbankan Syariah, termasuk pelaksanaan kerjasama riset dan pelatihan pada
bidang-bidang yang sesuai dengan kompetensi IAI.
Sejak tahun 2001 telah dilakukan berbagai kerjasama penyusunan standar dan
pedoman akuntansi untuk industri perbankan syariah termasuk penyelesaian
panduan audit perbankan syariah, revisi Pedoman Standar Akuntansi Keuangan
(PSAK) 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah dan revisi Pedoman Akuntansi
Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI). Dengan semakin pesatnya perkembangan
industri perbankan syariah maka dinilai perlu untuk menyempurnakan standar
akuntansi yang ada. Pada tahun 2006, IAI telah menyusun draft Pedoman Akuntansi
Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI). Draft ini diharapkan dapat ditetapkan menjadi
standar pada tahun 2007.
Dalam penyusunan standar akuntansi keuangan syariah, dilakukan IAI dengan
bekerjasama dengan Bank Indonesia, DSN serta pelaku perbankan syariah dan
dengan mempertimbangkan standar yang dikeluarkan lembaga keuangan syariah
internasional yaitu AAOIFI. Hal ini dimaksudkan agar standar yang digunakan
selaras dengan standar akuntansi keuangan syariah internasional.
Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah,
Tujuan dan Peranan
Kerangka dasar ini menyajikan konsep yang mendasari penyusunan dan penyajian
laporan keuangan bagi para penggunanya. Tujuan kerangka dasar ini adalah untuk
digunakan sebagai acuan bagi :
1. penyusun standar akuntansi keuangan syariah, dalam pelaksanaan
tugasnya;
Akuntansi Syariah
13
2. penyusun laporan keuangan, untuk menanggulangi masalah akuntansi
syariah yang belum diatur dalam standar akuntansi keuangan syariah;
3. auditor, dalam memberikan pendapat mengenai apakah laporan keuangan
disusun sesuai dengan prinsip akuntansi syariah yang berlaku umum;
4. para pemakai laporan keuangan, dalam menafsirkan informasi yang disajikan
dalam laporan keuangan yang disusun sesuai dengan standar akuntansi
keuangan syariah
Ruang Lingkup
Kerangka dasar ini membahas:
1. tujuan laporan keuangan;
2. karakteristik kualitatif yang menentukan manfaat informasi dalam laporan
keuangan; dan
3. definisi, pengakuan dan pengukuran unsur-unsur yang membentuk laporan
keuangan.
Pemakai dan Kebutuhan Informasi
1. Investor, mereka membutuhkan informasi untuk membantu menentukan
apakah harus membeli, menahan atau menjual investasi tersebut. Pemegang
saham juga tertarik pada informasi yang memungkinkan mereka untuk
menilai kemampuan entitas syariah untuk membayar dividen.
2. Pemberi dana qardh, pemberi dana qardh tertarik dengan informasi
keuangan yang memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah dana
qardh dapat dibayar pada saat jatuh tempo.
3. Pemilik dana syirkah temporer, pemilik dana syirkah temporer yang
berkepentingan akan informasi keuangan yang memungkinkan mereka untuk
mengambil keputusan investasi dengan tingkat keuntungan yang bersaing
dan aman.
4. Pemilik dana titipan, pemilik dana titipan tertarik dengan informasi keuangan
yang memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah dana titipan dapat
diambil setiap saat.
5. Pembayar dan penerima zakat, infak, sedekah dan wakaf. Pembayar dan
penerima zakat, infak, sedekah dan wakaf, serta mereka yang
berkepentingan akan informasi mengenai sumber dan penyaluran dana
tersebut.
Akuntansi Syariah
14
6. Pengawas syariah, pengawas syariah yang berkepentingan dengan informasi
tentang kepatuhan pengelola bank akan prinsip syariah.
7. Karyawan, karyawan dan kelompok-kelompok yang mewakili mereka tertarik
pada informasi mengenai stabilitas dan profitabilitas entitas syariah. Mereka
juga tertarik dengan informasi yang memungkinkan mereka untuk menilai
kemampuan entitas syariah dalam memberikan balas jasa, manfaat pensiun
dan kesempatan kerja.
8. Pemasok dan mitra usaha lainnya, pemasok dan mitra usaha lainnya tertarik
dengan informasi yang memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah
jumlah yang terhutang akan dibayar pada saat jatuh tempo. Mitra usaha
berkepentingan pada entitas syariah dalam tenggang waktu yang lebih
pendek daripada pemberi pinjaman qardh kecuali kalau sebagai pelanggan
utama mereka tergantung pada kelangsungan hidup entitas syariah.
9. Pelanggan, para pelanggan berkepentingan dengan informasi mengenai
kelangsungan hidup entitas syariah, terutama kalau mereka terlibat dalam
perjanjian jangka panjang dengan, atau tergantung pada, entitas syariah.
10. Pemerintah, pemerintah dan berbagai lembaga yang berada di bawah
kekuasaannya berkepentingan dengan alokasi sumber daya dan karena itu
berkepentingan dengan aktivitas entitas syariah. Mereka juga membutuhkan
informasi untuk mengatur aktivitas entitas syariah, menetapkan kebijakan
pajak dan sebagai dasar untuk menyusun statistik pendapatan nasional dan
statistik lainnya.
11. Masyarakat, entitas syariah mempengaruhi anggota masyarakat dalam
berbagai cara. Misalnya, entitas syariah dapat memberikan kontribusi berarti
pada perekonomian nasional, termasuk jumlah orang yang dipekerjakan dan
perlindungan kepada penanam modal domestik. Laporan keuangan dapat
membantu masyarakat dengan menyediakan informasi kecenderungan
(trend) dan perkembangan terakhir kemakmuran entitas syariah serta
rangkaian aktivitasnya.
Asas Transaksi Syariah
Transaksi syariah berasaskan pada prinsip :
1. Persaudaraan (ukhuwah); Prinsip persaudaraan (ukhuwah) esensinya
merupakan nilai universal yang menata interaksi sosial dan harmonisasi
kepentingan para pihak untuk kemanfaatan secara umum dengan semangat
saling tolong menolong. Transaksi syariah menjunjung tinggi nilai
Akuntansi Syariah
15
kebersamaan dalam memperoleh manfaat (sharing economics) sehingga
seseorang tidak boleh mendapat keuntungan di atas kerugian orang lain.
Ukhuwah dalam transaksi syariah berdasarkan prinsip saling mengenal
(ta’aruf), saling memahami (tafahum), saling menolong (ta’awun), saling
menjamin (takaful), saling bersinergi dan beraliansi (tahaluf).
2. Keadilan (‘adalah); Prinsip keadilan (‘adalah) esensinya menempatkan
sesuatu hanya pada tempatnya dan memberikan sesuatu hanya pada yang
berhak serta memperlakukan sesuatu sesuai posisinya. Implementasi
keadilan dalam kegiatan usaha berupa aturan prinsip muamalah yang
melarang adanya unsur :
a. riba (unsur bunga dalam segala bentuk dan jenisnya, baik riba nasiah
maupun fadhl);
b. kezaliman (unsur yang merugikan diri sendiri, orang lain, maupun
lingkungan);
c. maysir (unsur judi dan sikap spekulatif);
d. gharar (unsur ketidakjelasan); dan
e. haram (unsur haram baik dalam barang maupun jasa serta aktivitas
operasional yang terkait).
3. Kemaslahatan (maslahah); Prinsip kemaslahatan (mashlahah) esensinya
merupakan segala bentuk kebaikan dan manfaat yang berdimensi duniawi
dan ukhrawi, material dan spiritual, serta individual dan kolektif.
Kemaslahatan yang diakui harus memenuhi dua unsur yakni kepatuhan
syariah (halal) serta bermanfaat dan membawa kebaikan (thayib) dalam
semua aspek secara keseluruhan yang tidak menimbulkan kemudharatan.
Transaksi syariah yang dianggap bermaslahat harus memenuhi secara
keseluruhan unsur-unsur yang menjadi tujuan ketetapan syariah (maqasid
syariah) yaitu berupa pemeliharaan terhadap :
a. akidah, keimanan dan ketakwaan (dien);
b. intelek (‘aql);
c. keturunan (nasl);
d. jiwa dan keselamatan (nafs); dan
e. harta benda (mal).
4. Keseimbangan (tawazun); Prinsip keseimbangan (tawazun) esensinya
meliputi keseimbangan aspek material dan spiritual, aspek privat dan publik,
sektor keuangan dan sektor riil, bisnis dan sosial, dan keseimbangan aspek
pemanfaatan dan pelestarian. Transaksi syariah tidak hanya menekankan
Akuntansi Syariah
16
pada maksimalisasi keuntungan perusahaan semata untuk kepentingan
pemilik (shareholder). Sehingga manfaat yang didapatkan tidak hanya
difokuskan pada pemegang saham, akan tetapi pada semua pihak yang
dapat merasakan manfaat adanya suatu kegiatan ekonomi.
5. Universalisme (syumuliyah). Prinsip universalisme (syumuliyah) esensinya
dapat dilakukan oleh, dengan, dan untuk semua pihak yang berkepentingan
(stakeholder) tanpa membedakan suku, agama, ras dan golongan, sesuai
dengan semangat kerahmatan semesta (rahmatan lil alamin).
Karakteristik Transaksi Syariah
Implementasi transaksi yang sesuai dengan paradigma dan azas transaksi syariah
harus memenuhi karakteristik dan persyaratan sebagai berikut :
1. transaksi hanya dilakukan berdasarkan prinsip saling paham dan saling ridha;
2. prinsip kebebasan bertransaksi diakui sepanjang objeknya halal dan baik
(thayib);
3. uang hanya berfungsi sebagai alat tukar dan satuan pengukur nilai, bukan
sebagai komoditas;
4. tidak mengandung unsur riba;
5. tidak mengandung unsur kezaliman;
6. tidak mengandung unsur maysir ;
7. tidak mengandung unsur gharar;
8. tidak mengandung unsur haram;
9. tidak menganut prinsip nilai waktu dari uang (time valueof money) karena
keuntungan yang didapat dalam kegiatan usaha terkait dengan risiko yang
melekat pada kegiatan usaha tersebut sesuai dengan prinsip al-ghunmu bil
ghurmi (no gain without accompanying risk);
10. transaksi dilakukan berdasarkan suatu perjanjian yang jelas dan benar serta
untuk keuntungan semua pihak tanpa merugikan pihak lain sehingga tidak
diperkenankan menggunakan standar ganda harga untuk satu akad serta
tidak menggunakan dua transaksi bersamaan yang berkaitan (ta’alluq) dalam
satu akad;
11. tidak ada distorsi harga melalui rekayasa permintaan (najasy), maupun
melalui rekayasa penawaran (ihtikar); dan
12. tidak mengandung unsur kolusi dengan suap menyuap (risywah).
Tujuan Laporan Keuangan
Akuntansi Syariah
17
Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi
keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu entitas syariah yang
bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi.
Disamping itu, tujuan lainnya adalah :
1. meningkatkan kepatuhan terhadap prinsip syariah dalam semua transaksi
dan kegiatan usaha;
2. informasi kepatuhan entitas syariah terhadap prinsip syariah, serta informasi
aset, kewajiban, pendapatan dan beban yang tidak sesuai dengan prinsip
syariah bila ada dan bagaimana perolehan dan penggunaannya;
3. informasi untuk membantu mengevaluasi pemenuhan tanggung jawab entitas
syariah terhadap amanah dalam mengaman-kan dana, menginvestasikannya
pada tingkat keuntungan yang layak; dan
4. informasi mengenai tingkat keuntungan investasi yang diperoleh penanam
modal dan pemilik dana syirkah temporer; dan informasi mengenai
pemenuhan kewajiban (obligation) fungsi sosial entitas syariah, termasuk
pengelolaan dan penyaluran zakat, infak, sedekah, dan wakaf.
Asumsi Dasar
1. Dasar Akrual, Untuk mencapai tujuannya, laporan keuangan disusun atas
dasar akrual. Dengan dasar ini, pengaruh transaksi dan peristiwa lain diakui
pada saat kejadian (dan bukan pada saat kas atau setara kas diterima atau
dibayar) dan diungkapkan dalam catatan akuntansi serta dilaporkan dalam
laporan keuangan pada periode yang bersangkutan. Laporan keuangan yang
disusun atas dasar akrual memberikan informasi kepada pemakai tidak
hanya transaksi masa lalu yang melibatkan penerimaan dan pembayaran kas
tetapi juga kewajiban pembayaran kas di masa depan serta sumber daya
yang merepresentasikan kas yang akan diterima di masa depan. Oleh karena
itu, laporan keuangan menyediakan jenis informasi transaksi masa lalu dan
peristiwa lainnya yang paling berguna bagi pemakai dalam pengambilan
keputusan ekonomi. Penghitungan pendapatan untuk tujuan pembagian hasil
usaha menggunakan dasar kas. Dalam hal prinsip pembagian hasil usaha
berdasarkan bagi hasil, pendapatan atau hasil yang dimaksud adalah
keuntungan bruto (gross profit).
2. Kelangsungan Usaha, Laporan keuangan biasanya disusun atas dasar
asumsi kelangsungan usaha entitas syariah dan akan melanjutkan usahanya
di masa depan. Karena itu, entitas syariah diasumsikan tidak bermaksud atau
Akuntansi Syariah
18
berkeinginan melikuidasi atau mengurangi secara material skala usahanya.
Jika maksud atau keinginan tersebut timbul, laporan keuangan mungkin
harus disusun dengan dasar yang berbeda dan dasar yang digunakan harus
diungkapkan.
Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan
1. Dapat Dipahami
2. Relevan
3. Materialitas
4. Keandalan
5. Penyajian Jujur
6. Substansi Mengungguli Bentuk
7. Netralitas
8. Pertimbangan Sehat
9. Kelengkapan
10. Dapat Dibandingkan
Unsur-Unsur Laporan Keuangan
Sesuai karakteristik maka laporan keuangan entitas syariah antara lain meliputi :
1. komponen laporan keuangan yang mencerminkan kegiatan komersial:
a. laporan posisi keuangan;
b. laporan laba rugi;
c. laporan arus kas; dan
d. laporan perubahan ekuitas.
2. komponen laporan keuangan yang mencerminkan kegiatan sosial :
a. laporan sumber dan penggunaan dana zakat; dan
b. laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan.
3. komponen laporan keuangan lainnya yang mencerminkan kegiatan dan
tanggung jawab khusus entitas syariah tersebut.
Posisi Keuangan
Unsur yang berkaitan secara langsung dengan pengukuran posisi keuangan adalah
aset, kewajiban, dana syirkah temporer dan ekuitas.
1. Aset, adalah sumber daya yang dikuasai oleh entitas syariah sebagai akibat
dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi di masa depan
diharapkan akan diperoleh entitas syariah.
Akuntansi Syariah
19
2. Kewajiban, merupakan hutang entitas syariah masa kini yang timbul dari
peristiwa masa lalu, penyelesaiannya diharapkan mengakibatkan arus keluar
dari sumber daya entitas syariah yang mengandung manfaat ekonomi.
3. Dana Syirkah Temporer, adalah dana yang diterima sebagai investasi
dengan jangka waktu tertentu dari individu dan pihak lainnya dimana entitas
syariah mempunyai hak untuk mengelola dan menginvestasikan dana
tersebut dengan pembagian hasil investasi berdasarkan kesepakatan.
4. Ekuitas, adalah hak residual atas aset entitas syariah setelah dikurangi
semua kewajiban dan dana syirkah temporer
Kinerja
Penghasilan bersih (laba) seringkali digunakan sebagai ukuran kinerja atau sebagai
dasar bagi ukuran yang lain seperti imbalan investasi (return on investment) atau
penghasilan persaham (earnings per share). Unsur yang langsung berkaitan dengan
pengukuran penghasilan bersih (laba) adalah penghasilan dan beban.
Unsur penghasilan dan beban didefinisikan sebagai berikut :
1. Penghasilan (income) adalah kenaikan manfaat ekonomi selama suatu
periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aset atau
penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak
berasal dari kontribusi penanam modal.
2. Beban (expenses) adalah penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode
akuntansi dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aset atau terjadinya
kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut
pembagian kepada penanam modal.
Penghasilan dan beban dapat disajikan dalam laporan laba rugi dengan beberapa
cara yang berbeda demi untuk menyediakan informasi yang relevan untuk
pengambilan keputusan ekonomi. Misalnya, pembedaan antara pos penghasilan dan
beban yang berasal dan tidak berasal dari pelaksanaan aktivitas entitas syariah yang
biasa (ordinary) merupakan praktek yang lazim. Pembedaan ini dilakukan
berdasarkan argumentasi bahwa sumber suatu pos adalah relevan dalam
mengevaluasi kemampuan entitas syariah untuk menghasilkan kas (dan setara kas)
di masa depan; misalnya, aktivitas insidental seperti pengalihan investasi jangka
panjang tampaknya tidak akan terjadi secara reguler.
Akuntansi Syariah
20
Pada waktu membedakan pos dengan cara ini perlu dipertimbangkan hakekat entitas
syariah dan operasinya. Pos yang timbul dari aktivitas yang biasa bagi suatu entitas
syariah mungkin tidak biasa bagi entitas syariah dan entitas lain. Pembedaan antara
pos penghasilan dan beban dan penggabungan pos tersebut dengan cara berbeda
juga memungkinkan penyajian beberapa ukuran kinerja entitas syariah, masingmasing
dengan derajat cakupan yang berbeda. Misalnya, laporan laba rugi dapat
menyajikan laba kotor, laba bersih dari aktivitas biasa sebelum pajak, laba bersih
dari aktivitas biasa setelah pajak, dan laba bersih.
Hak Pilih Ketiga atas Bagi Hasil
Hak pihak ketiga atas bagi hasil dana syirkah temporer adalah bagian bagi hasil
pemilik dana atas keuntungan dan kerugian hasil investasi bersama entitas syariah
dalam suatu periode laporan keuangan. Hak pihak ketiga atas bagi hasil tidak bisa
dikelompokan sebagai beban (ketika untung) atau pendapatan (ketika rugi). Namun,
hak pihak ketiga atas bagi hasil merupakan alokasi keuntungan dan kerugian kepada
pemilik dana atas investasi yang dilakukan bersama dengan entitas syariah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar